Rabu, 6 Februari 2020, Pst. Pankras, SS.CC sebagai moderator membuka hari pertama Seminar dan menjelaskan kembali latar belakang Ministry Seminar kali ini. “Tahun 2015, dalam Ministry Seminar yang diadakan di Batam waktu itu diputuskan bahwa untuk Seminar berikutnya yaitu tahun ini (2020), kita akan membahas tentang keluarga. Maka, bahan refleksi pertemuan untuk kali ini, salah satunya diambil dari hasil refleksi Ministry Seminar tahun sebelumnya 2015,” ujar Pastor Pankras.
Tahun 2016, pada Sinode tentang Family Life, General Superior kita waktu itu, Javier diundang untuk mengikuti. Sinode tersebut menghasilkan sebuah dokumen tentang keluarga: Amoris Laetetia. Dokumen ini juga menjadi bahan refleksi bagi para peserta Seminar.
Berdasarkan dua bahan inilah, pada hari pertama Seminar, masing-masing komunitas men-sharing-kan apa yang telah dilakukan selama ini, terutama menyangkut masalah Kaum Muda dan Keluarga. Untuk perwakilan dari Indonesia, presentasi diawali dengan gambaran secara umum oleh Pst. Jose selaku koordinator rombongan dari Indonesia. Setelah itu, masing-masing peserta perwakilan dari Indonesia mempresentasikan karya pastoral dan gambaran geografi masing-masing tempat ministrinya.
Sore harinya, Sr. Sujata, SS.CC, memberikan refleksi tentang dasar kita sebagai misionaris Kerajaan Allah. Dijelaskan pula bahwa ada tantangan dari sisi politik, ekonomi, ekologi, diskriminasi, pertumbuhan Kaum Muda, dan latar belakang sejarah sebagai bekas negara jajahan sebagai misionaris. Belajar dari dokumen Konsili Vatikan II (KV II) dan hasil dari FABC dimana banyak dokumen KV II dan hasil dari FABC mengajak diadakannya dialog dengan budaya, agama, dan kemiskinan. Hal itu hanya bisa dilakukan melalui kata, tindakan, kesaksian, dan gaya hidup kita sehari-hari.
Dokumen-dokumen KV II yang bisa kita buka adalah Dokumen Lumen Gentium, Unitatis Redintegratio, Nostra Aetate, Ad Gentes, dan Dignitatis Humanae.
Beberapa ketakutan yang dihadapi dalam inkulturasi adalah ketakutan akan hal lokal, kurang menghargai budaya lokal, dan salah paham. Padahal inkulturasi budayalah yang membuat Yesus dan Kitab Suci menjadi terasa nyaman dan serasa di rumah melalui dan dalam budaya lokal kita.
Untuk itu, kita harus tahu bahwa aturan dasar sebagai misionaris adalah untuk pertumbuhkan iman. Iman yang mengembangkan keadilan.
Tugas dasarnya adalah : mengembangkan, menyambut, dan kerjasama.
Perhatian dasarnya adalah : promosi pemimpin lokal, wanita, dan awam melalui pelatihan-pelatihan.
Dari sinilah kita berangkat sebagai pewarta Warta Gembira ke tempat pinggiran, tempat yang dihindari, tempat yang perlu sentuhan kasih-Nya. Dengan begitu, seperti halnya para misionaris awal yang adalah pengkhotbah, guru, dan pengubah, kita diajak untuk bisa mendengarkan umat dengan hati dan menjadi penyembuh. Salah satu pintu masuk untuk itu adalah menguasai bahasa lokal . Dalam hal ini, kita menjadi orang yang sensitif dengan budaya lokal. Untuk itu, perlu sekali menghindari mengatakan di negara atau tempat asal saya, dan lain-lain.
Akhirnya, hal yang lebih penting lagi adalah bekal cinta dan sebagai pendoa.
Namun alangkah lebih baik lagi kalau kita pun terbuka untuk berkolaborasi dan kerjasama dengan banyak orang serta membuka jaringan lebih luas lagi. Hal ini akan sangat membantu demi kelancaran pelayanan dalam jangka panjang ketika melibatkan dan membangun jaringan secara terbuka. Jaringan ini memungkinkan kita mendapatkan bantuan melalui pengajuan bantuan yang ada banyak diluar.
Semoga karya baik kita berdasar kasih akan berkembang dan berbuah. Tuhan memberkati.