Badan Kerjasama Bina Lanjut Imam Indonesia (BKBLII) mengadakan sertifikasi Safeguarding pada tanggal 25-28 April 2025, bertempat di gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Sertifikasi ini diikuti oleh 22 peserta yang terdiri dari Frater, Diakon dan Imam. Pada kesempatan ini, Pst. Yakobus Buran SS.CC dan saya berkesempatan untuk mengikuti sertifikasi ini.
Tema-tema yang dibahas dalam sertifikasi safeguarding sangat menarik dan sangat berhubungan dengan situasi dan kondisi yang terkadang terjadi dalam pelayanan para klerus dan religius saat ini; adanya penyalahgunaan kekuasaan, pelecehan-pelecehan seksual yang dilakukan oleh para klerus dan religius, dll. Dengan situasi dan kondisi tersebut, perlu adanya pertobatan dan membangun komitmen pada budaya aman dan perlindungan. Perlu adanya kebijakan dan protokol yang menjamin Gereja menjadi tempat yang aman.
Dengan menghadirkan para ahli dalam bidang hukum sipil, hukum Gereja dan psikologi, mengantar para peserta untuk memperluas sudut pandang tentang protokol safeguarding. Mengutip dari presentasi RP. Eko Sulistyo SJ (tim BKBLII) pada sesi Panorama Safeguarding, “Semangat zaman ini adalah semangat kolaborasi untuk memerangi kejahatan. Protokol safeguarding untuk mencegah yang buruk terjadi. Tujuan ini bukan hanya melindungi anak-anak atau dewasa rentan tetapi menjaga kualitas pelayanan kita.” Dengan demikian, para peserta diajak untuk menjadi pribadi yang bisa menciptakan budaya yang aman dan nyaman untuk diri sendiri dan orang-orang yang dilayani.
Mari membangun budaya yang aman dan nyaman untuk semua orang, bijak dalam pendampingan dan pelayanan. Membangun kesadaran untuk membatasi relasi yang mengarah kepada relasi yang tidak sehat. Bila setiap orang membangun budaya yang aman dan nyaman, maka pelayanan juga pasti membuahkan hasil yang baik.
Pst. Fenantius Junaedi SS.CC