Yogyakarta, Jumat, 27 Juni- Selasa,01 Juli 2025, para frater Skolastikat SSCC tingkat III, IV, V, dan VI melakukan retret pembaruan kaul. Suster Mistiar SSCC sebagai pendamping retret mengangkat tema tentang Renewed in the hearth of God “Journey to my hearth where He awaits.” Secara etimologis kata retret berasal dari bahasa Latin “re-trather” yang artinya menarik kembali. Masuk dalam keheningan dan kesendirian untuk menyegarkan dan memperbaharui hidup dan panggilan. Dan penyegaran yang ditemukan adalah penyegaran di dalam Tuhan. Saya mereflesikan bahwa retret ini bukan hanya sebuah kegiatan rutinitas tahunan yang telah diprogramkan oleh komunitas, tetapi kegiatan retret menjadi kesempatan bagi kami untuk berhenti sejenak dari segala bentuk aktivitas atau kegiatan yang melekat pada identitas kami sebagai frater dan juga sebagai mahasiswa sepanjang setahun berlalu. Retret ini kembali memulihkan rasa lelah akan tugas-tugas yang diembankan dan sekaligus recharge tenaga yang selama ini telah dicurahkan di tempat pastoral kata Frater Wibi, SSCC yang baru saja menyeleseikan masa Tahun Orientasi Pastoralnya (TOP) di Seminari Pematang Siantar, Medan.
Pada sesi pertama suster Mistiar mengajak kami (para frater) untuk masuk ke dalam situasi hening (inner silence and outer silence) agar kami mampu melihat kedalam diri yang sejati dan menyadari akan keberadaan Tuhan. Inner silence juga merupakan cara agar bisa menjaga ketenangan dan kejernihan batin dari distraksi kebisingan dunia yang tiada hentinya. Sedang outer silence merupakan cara membatasi diri untuk sementara waktu tidak banyak berbicara dengan teman-teman yang ada dalam komunitas, melainkan lebih banyak untuk melihat kedalam (inward-looking) dan berinteraksi lebih penuh dengan diri sendiri. Situasi hening ini juga menjadi kesempatan bagi kami untuk mampu membuka ruang selebar-lebarnya dalam diri kami masing-masing bagi Tuhan. Tuhan yang sungguh hadir, ada, dan dekat dengan manusia, yaitu Tuhan yang bertahta dalam hati dan selalu setia menunggu manusia datang kepada-Nya.
Akan tetapi dengan adanya banyak kegiatan dan aktivitas di tengah dunia yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang massive, menyebabkan manusia tidak lagi merasakan akan kehadiran Tuhan yang ada dalam hatinya. Diri manusia dipenuhi oleh banyaknya racun-racun (poison) yang mengakar sehingga manusia kehilangan rasa dan kepekaan akan keberadaan Tuhan yang ada di dalam hati. Suster Mistiar mengatakan bahwa racun-racun yang bisa membuat hati kita menjadi keras adalah kebencian, marah, iri hati, kesombongan, kerakusan, dan kebodohon. Hati yang keras adalah hati yang bisa membahayakan bagi manusia yang lain, karena mengeras artinya tertutup, tidak ada ruang untuk orang lain. Tetapi dipenuhi oleh ego pribadi. Oleh karena itu, agar manusia mampu terlepas dari racun-racun tersebut, manusia harus jujur, rendah hati, dan mengakui racun-racun itu, serta komitmen mengatasinya dengan konsisten. Manusia harus berusaha untuk mengolah hatinya.
Hati yang merupakan simbol dari kepenuhan. Hati adalah pusat keinginan dan sekaligus tempat mengambil keputusan-keputusan penting tegas suster Mistiar. Ia juga mengatakan bahwa hati sebagai ruang penyaring dan memproduksi hal-hal yang baik dalam hidup manusia. Dengan masuk ke dalam keheningan merupakan salah satu cara bagi kita untuk mengolah hati kita dengan terbuka dan jujur di tengah dunia yang mengalami kehancuran karena kedangkalan (superficial) dan hedonisme yang mengejar kebahagiaan semu. Suster Mistiar juga mengatakan bahwa kita sebagai tarekat religius yang mempunyai spiritualitas hati harus mampu membentuk hati kita seperti Hati Yesus dan Hati Maria yang penuh dengan rasa belas kasih dan kepedulian tanpa syarat terhadap penderitaan manusia.
Dalam retret ini, suster Mistiar juga mengajak kami untuk melihat kembali makna dari ketiga kaul (Obidience, Chastity, dan Poverty) yang menjadi dasar bagi hidup panggilan sebagai seorang biarawan. Ketiga kaul ini bukan menjadi rantai yang mengekang kebebasan tetapi kaul lebih pada perwujudan dari penyerahan diri yang total sebagai seorang religius yang terpanggil untuk hidup pada panggilan Tuhan. Obidience merupakan tujuan ketaatan kita dalam mengikuti kehendak Allah. Karena kehendak Allah selalu terbaik bagi manusia. Chastity bukan berarti sekedar tidak memiliki relasi seksual, tetapi kaul ini merupakan mengagumi seorang pribadi untuk kemanusiaan mereka, dan bahkan mungkin untuk keindahan mereka. Poverty mengingatkan bahwa satu-satunya kekuatan dalam hidup kita adalah Allah sendiri. Maka kita diundang untuk mencari dahulu Kerjaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Mat 6:33). Kaul kemiskinan juga menjadi cara hidup kita yang bisa kita tawarkan untuk melawan mental konsumerisme pada masyarakat zaman modern ini.
Terima Kasih suster Mistiar atas pemberian diri, hati, dan perhatian dalam membimbing kami para farter selama retret. Semoga retret ini membawakan buah yang baik dalam hidup panggilan kami agar kami mampu dan setia dalam menjaga panggilan kami. Kita tetap saling mendukung melalui doa sebagai saudara dan saudari dalam wadah SSCC untuk meneruskan karya Tuhan yang telah dipercayakan di dalam Kongregasi Hati kudus Yesus dan Maria (SSCC). Kami juga mohon maaf dari lubuk hati yang terdalam atas tindakan, dan perkataan kami yang mungkin tidak berkenan di hati suster. God bless Us All.
Fr. Arsy Sina, SSCC