Melihat situasi bangsa Indonesia akhir-akhir ini sungguh menimbulkan keprihatinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Ada begitu banyak gerakkan demonstrasi sejak akhir bulan Agustus sampai awal bulan September 2025, di berbagai kota-kota besar. Gerakkan yang menyuarakan aspirasi demi keadilan. Keadilan yang begitu mahal bagi masyarakat untuk mendapatkannya, karena mereka sebagai para penguasa yang seharusnya memperjuangkan keadilan berubah menjadi pionir yang mereduksi keadilan. Mereka tidak lagi mempunyai perasaan dan kesadaran bahwa kedudukan mereka merupakan tempat mulia untuk menjaga keadilan itu. Mereka menjadikan kesempatan yang berharga itu untuk memuaskan diri. Memamerkan gaya hidup mewah di hadapan masyarakat yang sedang berjuang dari belenggu kemiskinan.

Peristiwa yang sangat memprihatinkan ini, mendorong saya untuk mencoba mengulas secara singkat kisah hidup nabi Amos di dalam dunia Kitab Suci Perjanjian Lama. Sebuah kisah yang sudah sangat lama kalau dilihat dari cara padang dunia modern. Tetapi ada satu hal yang sangat menarik bagi saya dari kisah nabi Amos yaitu konteks atau situasi di mana nabi Amos dipanggil oleh Allah untuk menyerukan keadilan. Konteks yang tidak jauh berbeda dengan situasi yang sedang terjadi di bangsa tercinta ini.

Nabi Amos lahir di Tekoah dekat Bethlehem. Dia dikenal sebagai seorang petani yang hidup di Kerajaan Selatan (Yehuda) sekitar abad ke-7 SM. Kemudian Amos dipanggil oleh Allah untuk menyerukan keadilan di Kerajaan Utara (Israel). Ketika nabi Amos menyerukan keadilan di Kerajaan Utara situasi ekonomi Kerajaan tersebut bertumbuh dengan baik. Akan tetapi dibalik pertumbuhan ekonomi ada begitu banyak praktik- praktik kemunafikan yang dilakukan oleh para pemimpin, pemuka agama, dan penatua-penatua untuk menindas dan memeras orang. Hal ini menyebabkan terjadinya kemerosotan moral di kalangan para pemimpin Israel.

Munculnya praktik agama yang palsu, taat liturgi tetapi hidup harian jauh berbeda dengan doa-doa yang indah yang disampaikan di Bait Allah. Korupsi, kolusi, dan nepotisme, merebak di berbagi instansi kerajaan.  Nabi Amos mengatakan dengan suara yang keras untuk menegur para pemimpin-pemimpin tersebut. Jika kalian tetap hidup dengan cara seperti ini maka ikatan sebagai satu bangsa akan hancur karena masing-masing orang mempunyai kepentingan untuk melindungi dirinya sendiri. Dan perkataan nabi Amos benar-benar terjadi.

Gerakkan demonstrasi mungkin sedikit meredah dan ruang untuk mendengarkan aspirasi dari masyarakat sudah mulai terbuka. Tetapi bukan berarti kejadian ini tidak akan terulang lagi. Hal ini akan terjadi jika sikap dari mereka sebagai penguasa tetap bertindak tidak sesuai dengan harapan yang disampaikan oleh masyarakat. Kesatuan sebagai satu bangsa bukan karena masing-masing bergerak untuk memperjuangkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan yang lain. Kesatuan sebagai satu bangsa dibangun karena adanya sistem yang terus memperjuangkan keadilan, transparansi, akuntabilitas, integritas, secara konsisten mencapai kemakmuran bersama.***

 

 FR. ARSY SINA, SSCC