Picpus, Yogyakarta, 22 Mei 2025, kami merayakan misa sore bersama Romo Abel, SSCC. Misa dimulai pukul 18:00 WIB. Selesai misa dilanjutkan dengan Adorasi bersama. Momen misa ini menjadi sesuatu yang sangat berbeda bagi kami tingkat lima (Fr. Ary, Fr. Himawan, dan Fr. Arsy) karena menjadi misa perdana romo Abel bersama kami. Di dalam homilinya Romo Abel membagikan pengalaman pelayanan selama di Mentawai. Pengalaman yang sangat menantang sekaligus menjadi sebuah motivasi bagi kami untuk berani dan siap sedia untuk di utus ke medan pelayanan yang berat dan sulit seperti di Mentawai.
Romo Abel menceritakan pengalaman yang paling mengesankan di mana ia pernah melayani di salah satu stasi yang sangat jauh di Wilayah Paroki Damian, Mentawai, dengan menempuh jalan kaki. Sesampai di stasi tersebut umat yang datang mengikuti perayaan Ekaristi hanya 12 orang bagaikan kedua belas rasul Yesus kata Romo Abel sambil bercanda. Sedangkan umat yang lain masih sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing seperti di ladang, dll. Keberadaan umat yang tidak aktif mengikuti misa memunculkan perasaan kecewa bagi romo Abel, karena tidak setimpal dengan pengorbanan perjalanan jauh yang telah dilalui hingga sampai di stasi. Akan tetapi hal ini merupakan sebuah realitas yang harus dihadapi dalam berlatih kesabaran, serta terus melayani dengan hati yang sukacita.
Sehabis pelayanan di stasi tersebut, Romo Abel kembali ke Paroki dengan menempuh jalan kaki. Dalam perjalanan diterpa hujan yang lebat yang membuat badan terasa pegal dan capek. Romo Abel berkata “serasa mau menangis karena tidak sanggup lagi untuk melanjutkan perjalanan”. Setibanya di salah satu paroki tetangga, Romo Abel memutuskan untuk beristirahat sebentar. Romo Abel kemudian beristirahat di salah satu ruangan di Pastoran yang pada satu sisi dinding tembok ruangan tersebut terpajang gambar poster Tuhan Yesus yang sedang menggendong anak domba, dan pada bagian bawah poster tertulis “AKU MENGASIHI KAMU”.
Sepenggal kalimat “AKU MENGASIHI KAMU” merupakan kalimat yang mengandung makna yang sangat mendalam dan penuh arti kata Romo Abel. Kalimat ini menjadi refleksi bagi Romo Abel untuk melihat kembali pelayanan bersama umat di stasi yang jauh yang bukan hanya sebuah tugas untuk menjalankan kewajiban. Tetapi pelayanan bersama umat di stasi yang jauh membawa pada kesadaran bahwa panggilan untuk menjadi seorang imam tidak lain adalah memberikan diri yang total dalam melayani umat yang mungkin jarang disapa oleh kita sebagai imam. Di dalam penutup sering, Romo Abel mengajak kepada kami untuk terus menjadi pelayan yang melayani dengan kasih dan bertindak dengan kasih kepada semua orang. Seperti Tuhan Yesus sebagai Imam Agung yang mengasihi manusia tanpa syarat.
Fr. Arsy Sina, SSCC