Yogyakarta, Picpus, Jumat 29 Mei-Minggu 1 Juni 2025, kami tingkat lima mengadakan kursus “Effective Leadership Training”di kampus fakultas Teologi Wedabhakti, Sanata Dharma. Para pendamping kursus berasal dari tim Perusahaan Mayora yang merupakan salah satu Perusahaan besar di Indonesia. Suasana kursus selama tiga hari sangat menyenangkan. Kami mendapatkan banyak pengetahuan baru yang membuka wawasan lebih luas tentang leadership.
Tim pendamping menyampaikan materi sangat kompeten. Materi atau bahan yang dipresentasikan bukan hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan yang mereka baca dari berbagai sumber buku, tetapi mereka menyampaikan materi yang bertolak dari pengalaman real mereka menjadi seorang leader dalam memimpin sebuah perusahaan besar.
Salah seorang pendamping menyampaikan bahwa kunci kesuksesan suatu organisasi baik yang bersifat profit dan non- profit terletak pada seorang pemimpin. Jika seorang pemimpin itu punya ambisi, baik, tegas, dan berani, maka sebuah organisasi itu akan hidup dan semua anggota akan bersinergi. Tetapi sebaliknya, jika seorang pemimpin tidak tegas dan selalu pesimis maka sebuah organisasi itu akan rusak dan tidak bisa bertumbuh dengan baik. Bagi seorang pemimpin yang menempati suatu kedudukan tetapi tidak bisa menghidupkan organisasi maka pemimpin tersebut dikatakan sebagai “Outopilot Leadership”.
Outopilot Leadership artinya pemimpin yang memimpin tanpa suatu kesadaran yang penuh, tanpa keterlibatan aktif, sehingga hanya menjalankan peran berdasarkan pada kebiasaan dan rutinitas yang lama. Outopilot Leadership juga merujuk pemimpin yang tidak mempunyai visi-misi, tidak reflektif, dan trouble maker, sehingga membuat organisasi itu menjadi loyo, tidak berkembang, dan anggotanya akan menderita. Segala keputusan yang muncul juga bukan berdasarkan kesepakatan bersama, tetapi keputusan hanya berdasarkan emosional pribadi yang bersifat subjektif untuk menghancurkan anggota lain di dalam organisasi.
Outopilot Leadership juga terjadi di dalam konteks kepemimpinan Gereja. Di mana, ada pemimpi-pemimpin gereja yang hanya menjalankan pada rutinitas konvensional. Tidak mengetahui visi-misi yang menjadi sasaran pencapaian dari pelayannya. Pemimpin menjadi tidak responsif terhadap perubahan dan masih memakai cara-cara yang lama meskipun situasi sudah berubah.
Jika outopilot leadership terus terjadi di dalam Gereja maka pelayanan-pelayanan yang ada di dalam pusat gereja (paroki) sampai ke teritorial-teritorial kecil (lingkungan) akan mengalami ketidakberesan. Pemimpin gereja akan menjadi pemimpin pasif dan yang menjadi aktif hanyalah umat . Sehingga tidak jarang ditemukan begitu banyak umat yang menganggap bahwa ada dan tidaknya kehadiran seorang pemimpin sama saja karena tidak mempunyai dampak atau pengaruh.
Terima kasih para pendamping-pendamping hebat yang telah membagikan ilmu dan pengalaman untuk menjadi seorang pemimpin ambisi, sinergi, kreatif, dan inovasi di dalam pertumbuhan organisasi yang baik. Sebagai closing statment dari tulisan ini ada kata-kata motivasi untuk menjadi great leader dan good leader di dalam pelayanan gereja; “menjadi pemimpin melekat sendirinya pada pribadi seorang imam, tetapi tidak selamanya yang menjadi imam bisa memimpin dengan baik, oleh karena itu kemauan menumbuhkan habit long life learning merupakan kunci untuk menjadi pemimpin yang hebat.”
Fr. Arsy Sina, SSCC