Secara pribadi bagi saya Ibu pendiri adalah seorang wanita yang memiliki rasa solidaritas yang tinggi untuk membantu orang-orang pada masanya yang sedang jatuh dalam penderitaan karena revolusi Prancis. Berangkat dari latar belakang ibu pendiri berasal dari sebuah keluarga bangsawan Louis dan Marie Lousie, tentu segala kebutuhan hidupnya pasti tercukupi. Pada akhir abad 18 Prancis dibagi ke dalam dua group yaitu orang-orang kaya sebagai penguasa yang mempunyai segala-galanya dan orang-orang miskin yang tidak mempunyai apapun. Prancis diperintah oleh kaum revolusioner yang mengingini untuk mengakhiri monarki dan memproklamasikan prinsip yang besar dari revolusi yaitu kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan.
Hidup ibu pendiri menjadi terbalik, ia dan saudara-saudaranya pergi ke pengasingan. Dia dan ibunya memberi penampungan yang tersembunyi bagi para imam, hal ini merupakan sebuah tindakan yang sangat berbahaya. Ibu pendiri dan ibunyai dikianati oleh seorang pelayan. Polisi menemukan mereka dan memasukkan mereka ke dalam penjara. Di penjara ibu pendiri dan ibunya menunggu hukuman mati guillotine. Dalam damai ibu pendiri terpancar sukacita di dalam penjara yang suram. Ibu pendiri bermain dengan seorang putri di dalam penjara serta membantu oranga lain yang sedang dalam penderitaan mereka.
Setelah kematian seorang pemimpin dari revolusi, eksekusi dihentikan dan pintu-pintu penjara mulai dibukakan, ibu pendiri menyayikan kata-kata mazmur di dalam hatinya Tuhan telah membebaskan saya dari kesulitan-kesulitan atau persoalan saya, dan saya sekarang bebas. Ketika pertama kali ibu pendiri berjumpa dengan Pierre Coudrin ia merasakan bahwa Tuhan mempunyai karya yang besar untuk mereka lakukan. Pierre Coudrin memberikan waktu satu jam adorasi bagi ibu pendiri sebelum sakramen diberkati. Ibu pendiri sangat menyukai adorasi dan ia bisa di dalam adorasi selama beberapa jam.
Pada tahun 1800 kongregasi hati kudus Yesus dan Maria yang terdiri dari para pria dan wanita memulai pada malam natal. Segera ibu pendiri dan saudari-saudarinya di panggil untuk membuka komunitas-komunitas di kota-kota yang berbeda di Prancis. Karena revolusi Prancis banyak anak-anak yang bertumbuh tanpa mengetahui tentang kasih Tuhan. Maka satu cara yang terbaik adalah mendirikan sebuah komunitas yang mempersembahkan diri mereka untuk mendidik anak muda. Ibu pendiri mencintai anak-anak dan mengingini mereka untuk menjadi bahagia. Dia membuka banyak sekolah-sekolah tanpa biaya bagi orang miskin dan yang membutuhkan. Di dalam anak-anak ia melihat panggilan untuk hidup sederhana dan keterbukaan hati. Ibu pendiri mengatakan bahwa ia ingin menjadi hidupnya seperti sebatang lilin yang dibakar untuk memberi cahaya di dalam kegelapan.
Berdasarkan judul yang saya angkat diatas berkaca dalam ibu pendiri berarti saya coba melihat hal-hal positif yang ada dalam diri ibu pendiri yang bisa dijadikan pembelajaran bagi hidup saya sebagai seorang biarawan SSCC di zaman milineal ini. Dilihat dari situasi yang dialami oleh ibu pendiri tentu sangat berbeda dengan situasi yang dialami oleh saya sekarang ini, akan tetapi persoalan-persoalan yang ibu pendiri hadapi masih terus terjadi sampai sekarang ini, seperti tidak adanya keadilan yang di mana banyak orang kaya atau orang-orang yang mempunyai kekuasaan menindas orang miskin, banyak anak-anak muda hidup dalam keterlataran tanpa orang tua, bahkan masih banyak persoalan yang bertentangan dengan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan.
Hal positif yang saya ambil dari Ibu pendiri adalah berani keluar dari zona nyaman untuk bersolider dengan orang miskin serta berani mengorbankan diri saya untuk melayani yang lain yang sedang bergumul di dalam penderitaan hidup mereka. Tindakan ini seperti ungkapan dari Ibu pendiri bahwa ia ingin menjadi seperti sebatang lilin yang dibakar untuk memberi cahaya di dalam kegelapan. Hidup di dalam biara tentu banyak sekali fasilitas yang membuat diri saya nyaman, terkadang karena terlalu nyaman saya juga lupa akan pribadi saya sebagai seorang biarawan yang berkaul. Situasi nyaman ini juga membuat saya untuk sulit memberikan diri saya dalam melayani sesama.
Menjadi seorang pendiri sebuah kongregasi bukanlah sesuatu yang mudah bagi Ibu pendiri tetapi ia harus melewati berbagai tantangan dan kesulitan dalam hidupnya, terkadang juga berani mengambil sebuah keputusan yang mengancam hidupnya. Semua tindakan ini bukan untuk mencari populeritas dirinya atau keluarganya tetapi hanya karena iman akan Yesus Kristus dan cintanya bagi gereja. Dengan berkaul ia juga mengatakan bahwa ia rela disalibkan untuk segala hal. Kata-kata ini juga menginspirasi saya bahwa dengan ketiga kaul yang telah saya ucapakan bukan hanya sebuah ucapan yang indah tetapi dengan berkaul berarti saya harus bisa untuk menyerahkan diri saya secara utuh untuk menjadi pelayan Tuhan. Wujud keutuhan menjadi pelayan Tuhan adalah dengan mencintai orang lain tanpa melihat identitas atau ras, suku, atau budaya tertentu, serta dengan membantu orang lain tanpa menuntut balasan.
By: Arsy, SSCC