Merefleksikan 100 tahun kehadiran dan misi SSCC di Indonesia, saya ingin menggunakan Mazmur 90 sebagai pijakan refleksi. Dalam Mazmur 90:10, Musa berdoa: “masa hidup kami 70 tahun dan jika kami kuat 80 tahun“. Musa memohon kepada Tuhan untuk memberkati anak cucu bangsa Israel. Namun Musa juga berdoa bagi orang-orang dekatnya, saudarinya Miriam dan Arun yang meninggal dalam perjalanan di padang gurun. Musa menyadari kehadiran Allah yang kekal dalam waktu.  Manusia ada dalam keabadian waktu, hidup dan mati, sekarang dan yang akan datang.

Benih iman Katolik sudah ada di daerah Keuskupan Pangkalpinang hampir 100 tahun sebelum Misionaris Pertama dari SSCC tiba di Indonesia. Seorang dokter tradisional bernama Tsen On Nie, yang juga adalah katekis memulai pewartaan iman Katolik dengan berjalan keliling mengunjungi dan menyembuhkan orang sakit dari Malaka menuju Kepulauan Riau. Pada tahun 1827, katekis yang menggunakan nama babtis Paulus tersebut menetap di Sungaiselan, Bangka. Delapan belas tahun kemudian, seorang tentara Belanda yang sakit datang dan berobat padanya dan menemukan salib, Patung Bunda Maria, Rosario, dan buku Katolik lainnya. Tentara Belanda bertanya jika dia tahu bahwa daerah Bangka merupakan bagian dari Vikaris Apostoli Batavia, namun Paulus Tsen On menjawabnya bahwa dia tidak tahu nama Uskup Batavia saat itu. Karena laporan tentara Belanda tersebut ke Batavia, sejak saat itu Sungaiselan menjadi stasi Keuskupan Batavia di Pulau Bangka dan sekitarnya. Pada tahun 1849 Bapa Uskup Batavia, Mgr. Petrus Maria Vranken mengirim Rm. Cleassens Pr ke pulau Bangka. Di stasi Sungaiselan inilah 50 orang katolik pertama yang disiapkan dan dibabtis oleh Paulus Tsen On Nie. Dari Sungaiselan ini, umat semakin bertambah jumlah dan berkembang ke Pulau Blitung dan Kepulauan Riau. Beberapa imam diosesan diutus untuk melayani stasi tersebut. Karena umat katolik terus bertambah maka dibentuk Vikariat Apostolik Sumatra pada tanggal 30 Juni 1911. Perkembangan yang pesat di daerah Sumatra, terutama di Kepulauan Riau mendorong Vikariat Sumatra membentuk Vikariat Apostolik Bangka-Blitung pada tanggal 27 Desember 1923. Vikariat Apostolik tersebut dipercayakan kepada Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria (SSCC).

Berdasarkan dekrit yang dikeluarkan oleh Takhta Suci maka para misionaris dari Belanda diutus untuk menangani misi di Bangka-Bilitung. Kelompok Misionaris pertama adalah Pater Theodosius Herkenrath, SSCC ( Prefektur Apostolik Bangka Bilitung), Pater Isfried Maijer, SSCC, Pater Marcellinus van Soest, SSCC, Bruder Gerard Jeanson, SSCC dan Bruder Antonius Bruijns, SSCC. Mereka meninggalkan negeri Belanda dan mengarungi samudra yang luas  dan panjang dan akhirnya mendarat di Mentok pada tanggal 14 Agustus 1924. Mereka meninggalkan tanah kelahiran menuju Kepulauan Riau yang tidak mereka ketahui. Mereka tidak membawa umat dari Belanda ke tanah terjanji Bangka-Belitung tetapi membimbing umat Kepulauan Riau yang sudah beriman pada Kristus dalam perjalanan ziarah menuju tanah terjanji Surgawi. Setelah tiga tahun melayani, Pater Theodosius Herkenrath SSCC menyerahkan jabatan Prefek Apostolik kepada Mgr.Vitus Bouma, SSCC yang tiba di Bangka tahun 1927 bersama beberapa misionaris lain. Sejak masa pegembalaannya,  Mgr. Vitus Bouma mengembangan gereja dan pelayanan semakin diperlebar dalam dunia pendidikan dan kesehatan. Ia mendirikan Kongregasi Suster Dina Keluarga Kudus (KKS) pada tanggal 11 Januari 1937 untuk menanggapi keinginan putri-putri lokal dalam menanggapi panggilan Tuhan untuk melayani keluarga-keluarga miskin pada masa itu. Para misionaris SSCC lah yang mendidik dan membentuk imam diosesan yang pertama di Indonesia yakni Romo Yohanes Boem Thian Kiat yang menjadi pelindung Seminari Menengah Keuskupan Pangkalpinang saat ini. Dalam kurun waktu 63 tahun reksa pastoral Keuskupan Pangkalpinang diemban oleh SSCC hingga diserahkan kepada Uskup Hilarius Moa SVD pada tahun 1987. Perlahan tapi pasti reksa pastoral Kesukupan Pangkalpinang yang ditangani SSCC beralih ke tangan imam pribumi. Hingga tahun 2022,  Kongregasi SSCC hanya melayani satu paroki yakni Santo Damian-Batam. Untuk mengenang 100 tahun kehadiran SSCC di Bangka, SSCC diberi sebuah pengembangan paroki Toboali oleh Mgr. Adrianus Sunarko OFM.

Melalui dua paroki yang dipercayakan kepada SSCC, kita menemukan akar dan buah karya misi pelayanan para misionaris yang memberikan seluruh hidup dan pelayanan bagi Indonesia. Paroki baru Toboali mengajak kita untuk mengenangkan sejarah para misionaris yang menabur benih iman dan panggilan yang kini nyata dengan kehadiran para rohaniwan dan rohaniwati di Keuskupan Pangkalpinang. Pulau Bangka mengajak kita semua menyatu dan mengambil lagi semangat misi para pendahulu untuk karya pelayanan kita baik religius maupun awam dalam pewartaan di tempat kerja dan masyarakat. Paroki Santo Damian dengan karya pelayanan sudah dan sedang dijalankan menyemangati kita untuk terus berbuah dalam karya pelayanan. Aktivitas Komunitas Basis Gerejawi (KBG) menjadi tempat di mana iman kita dirawat dan disuburkan sebagai pengikut Kristus. Damian Care dengan program “reaching out” kepada semua yang sakit dan menderita, meyakinkan kita bahwa semangat Santo Damian sungguh hidup dalam paroki kita. Kelompok cabang awam yang sudah ikut ambil bagian dalam spiritualitas dan misi Kongregasi SSCC menyempurnakan kehadiran SSCC di Keuskupan Pangkalpinang dengan tiga cabang yakni pria (Imam dan Bruder), wanita (Suster), dan cabang awam. Ruang adorasi kekal yang selalu dikunjungi setiap hari oleh umat baik pribadi maupun kelompok semakin membuat paroki kita menjadi sumur spiritualitas bagi mereka yang berjuang memperbaiki hidup di Pulau Batam. Keterbukaan mengakomodasi kegiatan-kegiatan Kongregasi di Stasi Kampung Air hampir setiap tahun misalnya menunjukan bahwa Paroki Santo Damian telah menjadi rumah bagi Kongregasi SSCC Indonesia. Sambutan umat Paroki Santo Damian terhadap Pater General SSCC dan Dewan serta seluruh kunjungan kanonik di propinsi Indonesia dengan semua aktivitas yang mereka jalankan bersama semua komunitas memberikan kesan bahwa Provinsi SSCC Indonesia dengan umur rata-rata muda siap melanjutkan misi yang sudah dimulai para misionaris 100 tahun yang lalu.  Semoga berkat kerjasama umat, cabang awam, dan para suster, SSCC Indonesia semakin memperluas daerah misi di Keuskupan lain dan semakin menata pelayanan kategorial menjadi lebih profesional. Saya yakin dengan semangat pembaruan yang terus menerus, Kongregasi SSCC mampu mewujudkan harapan Para Pendiri dan Gereja Universal. Akhirnya, banyak terimakasih untuk dukungan umat bagi kongregasi SSCC dalam bentuk apapun. Semoga semua yang kita lakukan, tertuju demi kemuliaan Hati Kudus Yesus dan Maria. Tuhan memberkati