Narasi hidup ibu pendiri tidak sebatas apresiasi. Sebab hidupnya menginspirasi pada zaman modernisasi.”

Setiap tanggal 23 November, Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria memperingati Ibu Pendiri yaitu Henriette Aymer de la Chaveleriae atau yang di kenal dengan Good Mother. Good Mother lahir di pada tanggal 11 Agustus 1767 di Chateau de la Chevalerie di St. Georges de Noisne dekat kota Poitiers, Perancis. Masa kecilnya hangat dan membahagiakan. Ia lahir sebagai bangsawan. Sebagai bangsawan ia dan keluarganya hidup dalam kenyamanan duniawi seperti semua orang yang segologan. Ia tidak peduli dengan sesama.

Namun, siapa sangka Good Mother punya hati utuh untuk Tuhan dan sesama. Makna hidupnya terungkap dalam kalimat, “aku ingin terbakar seperti lilin.” Ia mengingatkan kita bahwa Hati Kudus Yesus dan Maria mengundang kita bukan hanya untuk pengudusan diri, tetapi juga menyelamatkan jiwa sesama.

Pada masa revolusi Perancis, hidup ibu pendiri berbalik arah. Ia  bukan yang dulu lagi. Hidupnya kini sungguh dipersembahkan bagi Tuhan. Hatinya tergerak oleh ancaman dunia pada masa revolusi Perancis yang bengis. Imam dipaksakan mengambil sumpah serapah pada negara. 

Ada imam yang tunduk pada negara. Karena jika tidak, maka nyawa melayang. Ada imam yang tetap mau setia pada Vatikan. Yang setia pada Vatikan ini menjadi buronan tentara Perancis. Dalam situasi ini, Ibu pendiri tergerak hatinya untuk melindungi para imam yang setia pada Roma, Vatikan. Ia dan ibunya menyembunyikan para imam yang menolak untuk mengambil supah setia kepada negara. Tentara Perancis mengetahui kiprah Ibu pendiri, lalu menyeretkan Ibu Pendiri bersama ibunya dalam jeruji penjara. Situasi sulit dan penderitaan dalam penjara tidak membuatnya putus harapan. Ia justru memotivasi, menguatkan dan menghibur kawan senasib.

Sepulang dari penjara, ibu pendiri tertawan angin sejuk. Ia meninggalkan kenikmatan dunia. Ia menolak mengikuti kehidupan masyarakat bangsawan, tetapi lebih memilih untuk melayani ibunya dan berdoa. Lalu ia bergabung dalam Asosiasi Hati Kudus dengan pembimbing Pastor Coudrin. Relasi dan kolaborasi menuai hasil. Pada malam Natal tahun 1800 Henriette dan Pastor Coudrin mendirikan Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria. Dan keduanya mengikrakan kaul kemiskinan, kemurnian dan ketaatan.

Ibu pendiri kini menjadi suster SSCC. Sebagai pendiri, ia punya teladan yang tidak biasa. Ibu pendiri memilih tidur di kursi. Nyaman-nyaman saja. Sebab, Yesus lebih keras hidup-Nya di kayu salib. Saat paling berat pun ibu pendiri tanggung. Ia memilih adorasi di waktu suntuk. Makan sekali sehari.

Adakah ironi anak Ibu Pendiri di masa kini? Kita bisa saja masuk dalam kiprah hidup Ibu Pendiri. Berjalan bersama dalam keheningan dengannya. Dan mari kita sandingkan dengan pengalaman hidup kita. Kita menilik ke masa lampau dari Ibu Pendiri. Berjalan bersama kiprah hidup kita. Dan menuju apa yang akan terjadi di masa depan.

Anak Ibu pendiri bagai kembang nan bingung. Ia tidak tahu mau jadi apa hidupnya. Embel kongregasi adorasi diobrakabrikan oleh keegoisan.

Lintas masa hidup kita jadi ratapan Ibu Pendiri. Sebab kita memilih yang termudah. Menolak yang tugas yang sulit. Karisma zealotis tinggal puing-puing reruntuhan. Ibu Pendiri merasakan kerasnya kehidupan anaknya. Manusia spiritual dikalahkan oleh manusia serakah. Iman merayap diantara dikotomi, jasmani dan rohani.

Masa depan anaknya akan buram dan muram. Anaknya cendrung melupakan kiprah hidup pendirinya. Ibu Pendiri sedang meratapi ini.

Anaknya cuek pada semangat ibu pendiri. Ia mengaku sebagai son of the cross. Dan dalam waktu bersamaan ingin menjauhkan dari karisma Ibu Pendiri. Ini ironi. Situasi ini menjadi ratapan Ibu Pendiri.

Ibu Pendiri pernah mengatakan, “All from God, all to God.” Kata manis Ibu Pendiri berbanding terbalik dengan tingkah laku hidup anaknya. Semua fasilitas biara dan bahkan hidupnya diyakini berasal dari Allah. Dan pada saat yang sama ia lalai memanfaatkannya untuk Allah. Ia sering terjerumus dalam dunia maya yang tidak begitu penting. Ia sulit menahan hikmat dan nikmat yang sesaat. Akibatnya, jalan hidup terasa sesak dan sesat. Ilmu bela diri mulai terancang dengan mantap. Dan menjadi benteng kenyamanannya. Padahal semua tahu tentang semua rancangan itu.

Kiprah Ibu Pendiri mengajak anaknya kembali pada karisma kongregasi. Karisma kongregasi adalah  zeal. Zeal berarti semangat yang berkobar-kobar untuk mewartakan kasih Allah kepada semua orang. “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita, jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita” (1 Yoh. 3:16).

Salam Hati Kudus Yesus dan Maria.

Fr. Jacob SSCC

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Name *