Doa dan pengampunan merupakan kebutuhan pokok manusia. Dengan berdoa kita yang papa ini datang kepada Tuhan untuk memuji nama-Nya serta “curhat” kepada Dia tentang keadaan kita yang sesungguhnya. Kita yakin bahwa Bapa mencintai kita dan senantiasa mendengarkan doa kita. Karena itu yakinlah bahwa dalam doa kita selalu mendapatkan sesuatu. Ketika doa kita dikabulkan, Tuhan menambah iman kita, ketika Tuhan belum mengabulkan doa kita, Dia menambah kesabaran kita, ketika Tuhan menjawab, tetapi jawaban itu tidak sesuai dengan harapan kita, sesungguhnya Dia telah memilih yang terbaik untuk kita.
Doa menjadi tidak otentik kalau seseorang dengan sengaja mengeksploitasi sikap dan tempat berdoa, sehingga menjadi ajang pameran. Doa pribadi (disini Yesus berbicara tentang doa pribadi, bukan ibadat jemaat) adalah ungkapan relasi personal dengan Allah, maka carilah tempat yang mendukung relasi intim dan pribadi dengan-Nya. Fokus Yesus tentu tidak hanya lokasi, tetapi terutama disposisi batin. Allah melihat hati, bukan bungkus dan tampilan luar. Manusia harus masuk ke dalam dirinya agar dirinya yang otentik ditempatkan apa adanya di hadapan Bapa. Hanya dengan sikap batin seperti itu seseorang dapat secara jernih melihat dan mendengarkan rencana serta kehendak Bapa bagi dirinya dan dunia. Dalam relasi mendalam seperti itu, logika apalagi kuantitas kata-kata menjadi tidak relevan. Mengapa ? Sebab Bapa sudah mengetahui apa yang paling kita butuhkan.
Kita juga membutuhkan pengampunan Tuhan. Ketika memohon pengampunan Tuhan, kita menegaskan dalam doa bahwa diri kita tidak bisa hiudp tanpa kerahiman-Nya. Pengampunan Tuhan itu seiring-sejalan denga pengampunan yang kta berikan kepada sesama kita. Dengan kesadaran diri yang mengampuni ini, kita menegaskan kenyataan diri kita yang rapuh dan mulia sekaligus. Kita menyadari bahwa hubungan kita seorang dengan yang lain mempunyai ketegangan atau resiko kegagalan yang bisa mempengaruhi produksi kasih yang tulus diantara kita. Kita meyakini pula bahwa manusia itu mulia karena bisa mengampuni. Artinya, bisa membangun kembali relasi yang sehat dengan sesama diatas kenyataan hidup yang ternodai.
Dalam inji Yesus mengajar para murid-Nya berdoa “Bapa Kami”. Inilah doa yang paling populer dihati umat Kristiani. Di dalam doa Bapak Kami, kita diajak untuk melihat diri kita dalam hubungan dengan Bapa dan sesama. Ada tujuh permohonan, tiga permohonan pertama berupa harapan agar Bapa dimuliakan, kerajaan-Nya datang, dan kehendak-Nya terjadi. Empat permohonan selanjutnya diarahkan untuk diri sendiri, berupa mohon rejeki, mohon pengampunan, mohon agar dijauhkan dari cobaan, dan mohon agar dibebaskan dari yang jahat. Cukup menarik bahwa permohonan ampun kepada Bapa disertai dengan kesediaan mengampuni. Hal ini ditegaskan lagi oleh Yesus pada ayat selanjutnya “Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di Surga akan mengampuni kesalahanmu.” Doa Bapa Kami sungguh mengesan karena kita menyebut Allah dengan sebutan akrab: Bapa. Selain itu, doa ini mengajak kita untuk berani jujur dan konsekuen dengan tindakan kita sendiri kepada Bapa dan sesama. Kita bukan hanya meminta, tetapi permintaan kita juga dilandasi oleh iman yang dalam akan kebaikan dan belas kasih Allah sebagai Bapa kita.