4 Desember 2019, para imam on going formation SS.CC memulai hari studi bersama mereka, setelah sehari sebelumnya, acara studi bersama ini dibuka dengan Perayaan Ekaristi di Rumah Retret Batam Oase Center.

Pada sesi pagi hari, para imam diantar untuk melihat inner life dari para tokoh SS.CC (Bapak Pendiri, Ibu Pendiri, St. Damian, Beato Eustachio, 5 Martir SS.CC Spanyol, Pastor, Rolf Reichenbach SS.CC, Pastor Ambros Sanar, SS.CC, dan Bruder Hendrik Asan Kaleleng, SS.CC) oleh Pastor Martin Irawan, SS.CC. Pastor Martin menyampaikan bahwa “Inner life kiranya mencakupi ‘Being’ sebagai pengalaman diri kita akan Allah sebagai sebuah keyakinan dan ‘Doing’ sebagai consecratio (pembaktian diri lewat ketiga kaul yang kita miliki), suatu opsi radikal, dan suatu ekspresi keluar dalam tindakan (action).” Kemudian ia juga memaparkan tentang kesatuan tonggak hidup membiara yang ia kutip dari paparan Pastor Paul Suparno SJ dalam tulisan bukunya “Hidup membiara di zaman modern”. “Kesatuan tonggak hidup membiara itu antara lain kesatuan dengan Tuhan, kesatuan dengan kerasulan, dan kesatuan dengan komunitas. Ketiga tonggak ini harus bertumbuh bersama dan seimbang agar tidak pincang”, ucap Pastor Martin dalam sesi pagi ini.

Sebelum Pastor Martin mengajak para imam on going formation SS.CC untuk merefleksikan dan men-sharing-kan: “dalam konteks berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat Indonesia kini, apa jati diri batiniah asasi yang patut kita bentuk dan tidak mau ‘dibentuk-tentukan’ oleh pihak lain atau manusia lain yang tidak bertanggungjawab?”, Ia mengantar para imam SS.CC untuk melihat situasi konkrit dan inner life yang menampil dari apa yang dialami oleh Bapak Pendiri, Ibu Pendiri, St. Damian, Beato Eustachio, 5 Martir SS.CC Spanyol, Pastor, Rolf Reichenbach SS.CC, Pastor Ambros Sanar, SS.CC, dan Bruder Hendrik Asan Kaleleng, SS.CC.

Kemudian setelah istirahat sejenak dari sesi pertama di pagi hari, para imam on going formation SS.CC diajak untuk melihat inner life dari sudut pandang Psikologi yang dibawakan oleh Pastor Pankrasius Olak Kraeng, SS.CC. Setelah ia menyampaikan beberapa tokoh psikologi mengenai self assessment, ia menyimpulkan bahwa “para tokoh psikologi yang telah dipaparkan tadi itu mengalami conversion setelah mereka menyadari atau mengkaji inner self mereka sendiri dengan dealing with self. Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa If psychology which is science who strongly recommended, spirituality and spiritual tools for healing and well-being. We as religious should be more spiritual in order to heal ourselves as person first, then community and people in our mission. The Quality of our life as religious is very much deepen on how we care for our inner-self. The more we are connected with our inner-self, the more we are connected with the spiritual guidance of our life. The on going conversion that we need to deepen our spiritual life will lead the inner transformation that, by it’s time will radiance the transformation of the people we minister.

Ada pun setelah Pastor Pankras menyimpulkan beberapa pernyataannya, ia memberikan pertanyaan refleksi dan sharing bagi para peserta hari studi bersama: “Jika kita mengevaluasi pelayanan pastoral/ misionaris kita sebagai pribadi/ komunitas/ propinsi, sejauh mana presentase antara landasan spritualnya – SSCC inner-self dengan aktivitas pastoral/ misionaris kita? (50-50%; 40-60%, dsb.). Sesungguhnya spritualitas dan psikologi merupakan satu kesatuan. SSCC spiritual tools apa yang bisa kita promosikan sebagai tawaran untuk mengembalikan pelayanan spiritual sebagai landasan atau dasar dalam menyelesaikan persoalan hidup?

Pada sore hari, setelah snack time bersama, para imam on going formation SSCC melanjutkan studi bersama mereka dengan Pater Propinsial, Bonifasius Payong, SS.CC. Ia menyampaikan kepada para peserta studi bersama mengenai “Manajemen Pastoral Leadership”. Dalam penjelasannya, ia menjelaskan bahwa sebagai pemimpin kita harus menjadi pemimpin yang berpusat pada Yesus, pemimpin yang memberdayakan diri dan orang lain, dan pemimpin yang menjawabi kebutuhan Gereja dan Masyarakat.

Dan, pada malam hari sebelum ditutup oleh Pastor, SS.CC Paulus Uung Ungkara dengan doa malam, Pastor Feliks Supranto, SS.CC berbagi pengalaman pastoralnya di Paroki St. Odilia dalam sesi “Totalitas dan Pemberian Diri dalam Pelayanan”. Ada pun pengalaman yang dibagikan itu antara lain relasi dirinya dengan Tuhan yang ia gambarkan melalui pengalaman beliau dalam merenungkan pribadi Maria dan Marta sebagai Pelayan Tuhan dan Pelayan Pekerjaan Tuhan, relasi dirinya dengan komunitas di paroki yang ia selalu ingatkan bahwa “kita tidak boleh iri hati dengan konfrater lain, sebaliknya kita harus mendukungnya”, dan relasi dirinya dengan umat dan masyarakat sekitar melalui pelayanan karismatik dan dialog antar umat beragama.