“Tantangan terberat saat ini adalah menjadi diri kita sendiri ketika dunia mencoba menjadikan kita sebagai pribadi yang lain”

Di jaman sekarang ini sangat sulit bagi kita untuk nyaman dengan diri kita sendiri. Kita tenggelam dalam kebisingan orang-orang di sekitar kita  yang  menentukan apa yang baik dan ideal bagi diri kita.  Ketika kita tidak mengikuti standar mereka, kita dianggap memiliki kekurangan dan kelemahan. Diri kita pun terancam musnah dalam pikiran dan tuntutan mereka. Ketika kita tenggelam dalam standar orang lain, jati diri kita pun hilang. Kita tidak mengenal diri kita lagi.

Orang yang tidak mengenal dirinya tidak akan pernah suka dengan dirinya sendiri.  Akibatnya, ia akan cenderung menilai orang secara negatif. Ia akan cenderung membicarakan keburukan orang lain dan menjelekkannya.  Sikap – sikap tersebut merupakan ungkapan dari kehausan akan pengakuan dari orang lain. Pendek kata, ia tidak merasa aman dengan dirinya sendiri.

Supaya kita tidak lelah mengejar pengakuan dari orang lain, kita harus menemukan kembali jati diri kita. Untuk dapat memperoleh kembali diri kita, kita harus menyadari bahwa Tuhan tidak pernah menginginkan kita menjadi tiruan atau fotocopi dari orang lain. Dia menciptakan kita dengan keunikan masing-masing dan melengkapinya dengan karunia-karunia yang berbeda.

Pemahaman akan diri kita akan membuat kita lebih bahagia. Kita lebih bahagia karena kita bisa menerima diri kita apa adanya. Dengan menerima diri kita apa adanya, kita akan mensyukurinya, dan lebih menyadari bahwa sebenarnya banyak sekali kelebihan dalam kehidupan kita yang kita terima dari-Nya :  “Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik, tetapi orang bebal ditipu oleh kebodohannya” (Amsal 14:8).

Pada suatu hari saya mengunjungi sebuah panti werda. Saya menyaksikan bahwa para lansia itu dikumpulkan beberapa kali dalam sehari  sesuai dengan kunjungan komunitas – komunitas. Sambil ngantuk-ngantuk para lansia ini menyanyikan lagu yang sama “Nenek sudah tua ….” sambil menari. Namun demikian, ada satu nenek yang tidak mengikuti acara itu. Ia asyik merenda sebuah kain. Saya bertanya : “Nenek enggak ikut nyanyi dengan yang lain ?”. Nenek itu menjawab : “Saya tadi sudah ikut. Cukup untuk saya. Saya punya  pekerjaan lain, yaitu saya membuat sapu tangan untuk cucu saya. Dengan melakukan ini, saya bahagia karena saya masih bisa  menyenangkan cucu saya di usia saya yang sudah renta ini”.

Ceritera tadi menunjukkan bahwa ia tidak mau dijadikan robot. Ia memiliki Jati diri dan tujuan hidup.

Ketika kita memiliki jati diri dan tujuan hidup, kita akan senantiasa semangat untuk mencapainya. Tanpa tujuan hidup, kita sesungguhnya sudah mengalami kematian.

Doa

Ya Allah,

Engkau menciptakan kami dengan  keunikan dan keistimewaan.

Semoga kami senantiasa mensyukurinya sehingga kami tidak tenggelam dalam standar orang lain, tetapi standar-Mu sendiri.

Amin