Pelukan Mengubah Hidupnya
“Roma, sscc“
Cody adalah seorang pengemis yang mencari makanan di tong sampah. Dia ingin mengisi perutnya dengan sisa-sisa makanan di tempat sampah. Dia tidur di jalan. Dia tidak bisa membersihkan dirinya sendiri, dan mempunyai pakaian yang sama setiap hari. Ketika berumur 12 tahun dia mulai memakai obat-obat terlarang. Pada usia 13 tahun, ia tinggal di San Francisco di mana ia memiliki akses untuk mendapatkan obat-obat terlarang tersebut. Suatu ketika dia menyuntikkan heroin ke dalam tubuhnya. Dalam enam bulan ia mengonsumsi 10 dosis obat terlarang dalam sehari. Dia dipenjarakan beberapa kali. Berat badannya semakin menurun. Dia hidup dalam keputusasaan. Suatu ketika ada seseorang mengatakan kepadanya bahwa di Gereja Kristen dia bisa mandi, mendapatkan pakaian bersih, dan makanan. Sambil menunggu gilirannya, seorang sukarelawan bernama Michelle, setengah baya, mendekatinya dan berkata: “Tuan, kamu sepertinya butuh pelukan.” Cody terpana dan hanya memikirkan penampilan dirinya yang tidak elok. Michelle memeluknya dan memberi tahu dia bahwa Yesus mencintainya. Pada saat semua orang menolaknya, memandangnya dengan jijik, seorang wanita tersebut memeluknya dan hal itu mengubah hidupnya. Cody sekarang adalah seorang pendeta di Church of Hope, Las Vegas. Dalam pelayananya, ia membantu dan melindungi tunawisma dan merawat orang miskin[1]. Hal ini dipahami oleh Cody sebagai rahmat Tuhan melalui Michelle. Seseorang yang diusir, tak berguna, kotor, tetapi terdapat seorang wanita yang mengamati, yang mampu mendekatinya, dan memeluknya. Itu adalah anugerah Allah dalam tindakan.
Gagasan dasar dari istilah Perjanjian Lama (hën) adalah “be comppasionate”. Tujuan yang diarahkannya adalah mereka yang lemah dan sengsara, serta orang yang tidak berhak mendapatkan apapun. Dalam Perjanjian Baru, kata anugerah (gracia) merujuk pada tindakan penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus melalui sengsara, wafat, dan kebangkitan bagi orang berdosa.
Kemurahan hati (generosity) dalam gagasan alkitabiah tentang kasih karunia terlihat paling jelas ketika kita menghubungkannya dengan konsep dosa. Kejahatan adalah bagian dari manusia, yang memiliki kecenderungan alami terhadapnya. Dari sinilah konsep tentang rahmat mengambil makna khusus. Kecenderungan alami dalam agama-agama lain adalah untuk memenangkan hati Allah atau para dewa, atau mencapai pencerahan melalui upaya pribadi, tetapi dalam Alkitab hal ini tidak ada. Kasih karunia Allah tidak memperhitungkan kondisi dosa manusia. Kemurah hati Allah mengambil inisiatif untuk mendekati manusia meskipun yang paling keji sekalipun. Rasul Paulus sadar akan hal ini dan mengatakan bahwa “ketika dosa berlimpah, kasih karunia melimpah lebih banyak” (Rm. 5:20). Karena itu, dosa dan rahmat tidak dapat dipisahkan. Kasih karunia mengandaikan dosa yang ada dalam diri seseorang. Kalau tidak, anugerah tidak ada artinya.
Orang-orang Israel, yang dipilih dan dibebaskan dari Mesir dengan keajaiban besar dan merupakan saksi tindakan Allah yang murah hati, meskipun mereka adalah bangsa yang keras kepala (Ulangan 9.13). Karena itu, Musa mengingatkan orang-orang Israel bahwa mereka dipilih bukan karena lebih banyak jumlah dari bangsa lain tetapi karena Tuhan mengasihi mereka (Ul 7,7-8); ini adalah ekspresi dari rahmat.
Setiap pengusaha yang ingin mengembangkan proyek yang layak dan mempunyai manfaat optimal akan sangat berhati-hati ketika memilih personil yang akan ia pekerjakan. Selain itu, ada kriteria khusus untuk memilih. Seorang pengusaha tidak akan melihat seorang pengemis, lumpuh, gagap, depresif, mantan narapidana, pecandu narkoba menjadi bagian dari timnya, karena ia memikirkan karyawan yang ideal bagi usahanya. Allah bisa saja memilih orang yang terhormat, tetapi dia ingin menunjukkan rahmat-Nya dengan memilih orang yang tidak penting seperti Israel. Allah bisa saja memilih orang-orang bijak, religius, dan intelektual pada masa itu untuk mengungkapkan Firman-Nya, tetapi Ia senang memilih yang paling bodoh, terlemah, paling keji, miskin, dan paling hina (1 Kor 2: 27-28). Itu hanya bisa melalui anugerah, dan tidak ada yang bisa mengatakan kepada Allah bahwa ia layak mendapatkan penghargaan seperti itu.
Ketika kita berbicara tentang anugerah, maka hal itu terkait dengan kemurahan hati (generosity) yaitu kemampuan untuk memberi kepada mereka yang tidak berhak sama sekali. Karena itu, hal ini berbeda dari belas kasihan (Misericordia), karena belas kasihan ada hubungannya dengan tidak memberikan apa yang benar-benar layak untuk orang tersebut. Misalnya, seorang yang telah melakukan pembunuhan. Apa yang kita pikirkan adalah supaya si pembunuh tersebut juga mendapat balasan dan menderita akibat perbuatannya. Seolah-olah dengan cara itu jiwa kita menajadi tenang. Tetapi Allah tidak seperti itu. Allah memberikan pengampunan, penyembuhan mental, dan spiritual. Kisah si anak hilang berbicara tentang hal itu yaitu bahwa sang ayah tidak menolaknya atau menghukumnya, tetapi ia mengadakan pesta untuknya.
Karena itu, salah satu ungkapan rahmat yang tertinggi adalah pengampunan: “Di dalam Dia kita memiliki penebusan melalui darah-Nya, pengampunan dosa menurut kekayaan anugerah-Nya” (Efesus 1: 7) dan hasilnya adalah rekonsiliasi. Alkitab memberi tahu kita bahwa kita adalah musuh Allah dan telah diperdamaikan (Rm. 5.10). Itu adalah anugerah. Musuh ditakuti, dilawan, dianiaya, direbut, disudutkan, dikecualikan dan hidupnya diambil. Tetapi Allah tidak melakukan itu. Allah berinisiatif untuk mencari, berbicara, membujuk, mengampuni, memahami, mencintai, memberi. dll. Semua itu semata-mata adalah rahmat. Sebagaimana dikatakan juga dalam Yesaya 61:1-3: “Kuasa TUHAN ada padaku, Dia telah memilih aku dan mengutus aku untuk mengkhabarkan berita baik kepada orang miskin, untuk memulihkan orang yang hancur hati, untuk mengumumkan kemerdekaan kepada orang tawanan, dan pembebasan kepada orang di dalam penjara. Dia telah mengutus aku untuk mengisytiharkan ketibaan masa bagi TUHAN untuk menyelamatkan umat-Nya, dan mengalahkan musuh-musuh mereka. Dia telah mengutus aku untuk menghiburkan orang yang berduka, untuk memberi orang yang berkabung di Sion, kesukaan serta kegembiraan, dan bukan kedukaan, lagu pujian, dan bukan kesedihan. Mereka akan menjadi seperti pokok yang ditanam oleh TUHAN sendiri. Mereka akan melakukan hal yang benar, dan Allah akan dipuji karena perbuatan-Nya”. “karena kasih karunia kamu diselamatkan” (Ef. 2,5,8). Jadi semuanya itu adalah anugerah Allah yang menerima dan menyambut kita orang berdosa.
Rasul Yohanes membandingkan hukum dan kasih karunia dengan mengikuti ajaran Rasul Paulus. Dalam Injilnya ia berkata: “Hukum Taurat diberikan melalui Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang melalui Yesus Kristus” (Yoh 1:17). Saya melihat di sini pengaruh filsafat Yunani dalam teks Yohanes untuk menghubungkan rahmat dengan konsep “kebenaran” (alëtheia) yang dapat kita pahami dalam hal “realitas”. Sedangkan hukum mewakili “bayangan” mengikuti filosofi Platonis dari mitos gua. Menurut ini, hukum tidak lengkap, itu hanya bayangan, penuntun untuk membawa kita kepada Kristus (Gal 3: 24-25). Kita tidak lagi di bawah bayangan, karena kita telah melihat cahaya sejati yang menerangi setiap orang (Yoh 1.9; 1 Yohanes 2.8). Hukum memiliki fungsinya dan sekarang telah digenapi dalam Kristus, sehingga anak-anak Allah bebas dari hukum (Rom. 7.6). Tetapi itu bukan lisensi untuk melakukan kejahatan, tetapi justru sebaliknya, itu adalah motivasi yang luar biasa untuk mengikuti Yesus dan berbuat baik.
Itulah sebabnya Alkitab mendesak kita untuk bertumbuh dalam kasih karunia (2Ptr. 3:18). Jika kita hanya menerima yang baik, reputasi yang baik, yang elegan, yang menyenangkan, yang ramah, yang indah, yang kaya, yang cantik, yang ganteng dan berbau harum, kita tidak tumbuh dalam kasih karunia. Begitu juga jika kita hanya menghargai orang dengan beberapa kriteria kita masing-masing. Allah menolak itu karena dia belum bertindak seperti ini dengan manusia. Surat Yakobus dengan jelas mengecam Gereja yang mengutamakan orang yang masuk dengan pakaian bagus dan cincin emas dan memerintahkan orang miskin untuk duduk di barisan terakhir dengan pakaian compang-camping (Yakobus 2.1-4). Itu bukan anugerah. Tuhan telah melakukan yang sebaliknya dengan manusia.
Karena itu, kasih karunia Allah yang kita kenal tidak menolak, tetapi menerima; tidak mengecualikan, tetapi menyambut; tidak membenci, tetapi memaafkan; tidak menghakimi, tetapi mentolerir; tidak memisahkan, tetapi merangkul. Dari sudut pandang teologis, rahmat selalu mahal, karena harga yang dibayar tinggi; kasih karunia murni tidak memperhitungkan reaksi manusia dan, justru di sana, terletak kedalaman tindakan ilahi. C. S. Lewis berkata: “Menjadi seorang Kristen berarti mengampuni yang tak termaafkan, karena Allah telah mengampuni yang tak termaafkan dalam diri kita” (El peso de la gloria, Harper Collins, 2016). Oleh karena itu, kita dipanggil untuk menerima yang lain dan tidak hanya karena kebajikannya, tetapi, terutama untuk sisi gelapnya.
Semoga sikap Michelle yang merangkul Cody akan menginspirasi banyak orang untuk menunjukkan sedikit rahmat Allah yang sangat besar kepada manusia. Rahmat Allahlah yang memotivasi kita untuk terus maju terlepas dari ketidaksempurnaan dan keberdosaan kita. Pelukan Allah mengubah hidup kita. Pelukan sesama dapat mengubah hidup setiap orang karena Allahlah yang bertindak melalui kita masing-masing. Itu adalah anugerah. Philip Yancey mengatakan bahwa “kasih karunia berarti bahwa tidak ada yang dapat kita lakukan untuk membuat Allah lebih mencintai kita dan tidak ada yang bisa kita lakukan untuk membuat Allah kurang mengasihi kita”. Tuhan Memberkati.