Bagi orang-orang yang percaya akan Yesus, pengadilan terakhir bukanlah sesuatu yang menakutkan. Sebab Dia memberikan panduan tentang sikap dan perilaku yang berguna bagi keselamatan. Patokannya adalah hukum cinta kasih.
Dalam keseharian kita, tidaklah sulit menemukan orang yang lapar, haus, tunawisma, pesakitan dan wajah-wajah lain yang butuh perhatian kasih. Apakah kita melihat wajah Yesus dalam wajah-wajah mereka?. Kalau kita tidak melihat wajah Yesus dalam diri salah seorang saja dari mereka, kepedulian kita kepada sesama menjadi sesuatu yang agak dangkal dan mudah membebani kita. Juga membuat kita mudah menyerah ketika menghadapi tantangan untuk memberi. Tidak jarang terjadi bahwa “wajah-wajah Yesus” itu telah menghampiri kita dan mengatakan kebutuhannya, tanpa kita harus berlelah-lelah mencari mereka yang membutuhkan kasih kita. Mereka datang dan “menawarkan diri mereka” untuk menjadi pembela kita pada pengadilan terakhir.
Wawasan kita akan Kristus dengan ini semakin di perkaya. Kristus, sang Raja Mulia, baru akan kita temui nanti diakhir zaman, saat Ia tampil sebagai Hakim. Untuk saat sekrang ini, Ia berkenan di jumpai dalam diri orang-orang kecil dan sederhana, yakni mereka yang lapar, haus , telanjang, dalam penjara dan sebagainya.
Kita juga belajar bahwa kasih tidak pernah anonim. Ia selalu punya nama, meskipun tidak tampak. Kasih selalu berarti berpartisipasi dalam kasih Kristus, entah disadari atau tidak, entah diakui atau tidak. Dimana saja kasih dijalankan, disitulah kasih Kristus terwujud, tidak peduli bendera dan agama si pelaku. Kasih Kristus dapat terwujud melampaui batas-batas agama, suku dan bahasa.
Marilah, pada awal masa tobat yang panjang ini, kita membangun hidup tobat sejati dengan mengasah kepedulian kita terhadap sesama yang lebih membutuhkan. Dengan kepekaan hidup yang terasah dan tertata itu, mungkinlah bagi kita memaksimalkan setiap kesempatan utnuk berbuat baik, mengulurkan kasih kita kepada siapapun yang lebih membutuhkan, dan memerangi setiap egoisme dan ketamakan dalam diri kita. Tidak melakukan suatu kebaikan kepada mereka yang membutuhkan bantuan kita merupakan kerusian bagi kita di pengadilan terakhir.
Yesus memberikan dasar yang lebih dalam, “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan utnuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Pertama, perbuatan kita kepada sesama merupakan tindakan kita kepada Allah sendiri. Kedua, sesama kita menjadi kehadiran Tuhan Yesus Kristus sendiri. Dalam diri sesama kita, khususnya yang miskin, lemah dan tersingkir, hadirlah Yesus Kristus Tuhan kita.