Hari ini kita memasuki pekan akhir minggu kedua prapaskah, masa permenungan kita menantikan kebangkitan-Nya dalam puncak iman kita. Injil hari ini mengajak kita semua untuk sadar dan selalu waspada dalam menjaga kepercayaan yang Allah berikan pada kita selama ini.

Kepercayaan itu bersifat total, apalagi kepercayaan Tuhan kepada manusia. Dia melakukan segala yang terbaik untuk manusia, laksana pemilik kebun anggur yang mengupayakan segala hal yang terbaik demi hasil optimal dari kebun anggurnya. Namun terkadang kita menjumpai suatu pengalaman yang ironis: manusia kerasan dalam kejahatan dan kekeringan rohani serta pola hidup yang tidak terpuji. Manusia tidak berbenah diri dan bertobat meskipun ada undangan pertobatan yang dibisikkan oleh Tuhan dalam lubuk hatinya. Kerap kesombongan rohani membelenggu kita. Kita yakin bahwa besok kita bisa bertobat dan menjadi lebih baik. Namun, mengapa kesadaran untuk berbenah diri tidak kita maksimalkan untuk menghasilkan hidup yang terpuji.

Yesus menampilkan sebuah perumpamaan tentang penggarap kebun anggur. Perumpamaan itu, hendak mengajak kita untuk menerima Yesus Kristus sendiri, sebagai pewaris Kebun Anggur, yakni Allah sendiri. Para penggarap kebun anggur yang haus darah adalah mereka yang mendapat kesempatan untuk terlibat dalam karya Allah tetapi serakah!. Mereka hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan egoisme mereka. Mereka itulah kaum Farisi dan imam-imam kepala Yahudi, yang selama ini merasa diri saleh, benar dan suci sendiri.

Ketika Allah mengutus Yesus Putra-Nya, mereka menolak-Nya. Mereka bahkan membuang dan membunuh Yesus.Yesus laksana batu yang dibuang oleh tukang bangunan, namun telah menjadi batu penjuru. Yesus yang ditolak, dibuang dan dibunuh oleh kaum Farisi dan imam kepala, dipilih Allah menjadi batu penjuru keselamatan kita. Justru melalui penderitaan dan wafar-Nya, dosa-dosa manusia ditebus oleh-Nya.

Mari kita menata hidup hidup kita dengan memandang kepada Yesus sebagai batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan, namun telah menjadi batu penjuru. Marilah kita menerima Dia yang mengasihi kita, dengan jalan menata hidup kita sesuai dengan tuntutan dan harapan-Nya.