Banyak orang di negeri ini yang mengatakan hal-hal indah, tetapi mereka sendiri tidak mempraktekkannya. Berapa banyak artis yang bernyanyi tentang cinta, damai, kasih, kebaikan, nilai-nilai luhur; tetapi hidup mereka lain, jatuh ke narkoba berkali-kali, ke KDRT (kekerasan Dalam Rumah Tangga), ke perselingkuhan atau ke kawin-cerai. Begitupun di panggung politik: berapa keranjang janji dan seruan-seruan indah selama masa kampanye caleg dan capres.

Yesus menanggapi pentinglah kesesuaian antara praktek dan perbuatan, antara yang luar dan dalam, yang lahir dan yang batin. Yesus tahu tentang bahaya kepemimpinan yang bersifat NATO (No Action, Talk Only), yang tanpa moral, yang tanpa etika, yang penuh kepura-puraan, kemunafikan dengan motivasi untuk merebut simpati dan dukungan demi sebuah kepentingan. Yesus tidak mau orang banyak di korbankan, dijadikan objek tipuan belaka. Yesus tak ingin kepentingan pribadi, prestasi dan prestise, kuasa dan ambisi seseorang pemimpin yang mengorbankan keselamatan banyak orang. Yesus sendiri menggembalakan, memimpin, menuntun orang melalui pemberian diri total, pelayanan penuh kerendahan hati, tanpa skandal apalagi kemunafikan.

“Turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu.” Yesus meminta para murid-Nya agar mereka sungguh-sungguh cermat dalam menyikapi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Para murid harus berhati-hati karena kedua golongan penentang-Nya itu pandai mengajarkan hal-hal baik dan berat, tetapi perilaku mereka tidak sejalan dengan pengajaran mereka. Ikuti ajaran mereka, tetapi jangan ikuti perilaku mereka.

Kita seringkali mengabaikan pengajaran atau nasihat yang bijak karena kita tidak puas dengan perilaku dari para “pengajar atau penasihat”. Kita tidak memanfaatkan secara maksimal serpihan-serpihan kebijaksanaan mereka itu untuk membangun hidup kita menjadi lebih baik dan lebih bermutu. Kita cenderung jatuh dalam keburukan dengan dalih “pengajar atau penasihat saja hidupnya begitu”. Dengan itu, kepada kita dibebankan dosa ganda, yakni dosa mengabaikan kebenaran atau kebaikan yang kita ketahui dari pengajaran/nasihat mereka dan dosa menghakimi sesama.

Jangan-jangan kita menjadi seperti orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat: hanya berbicara dan mengajarkan atau menganjurkan kebaikan dan kebenaran kepada sesama kita, tanpa kita sendiri mau melakukan hal-hal itu. Terkadang, hidup kita menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk membangun kehidupan mereka menjadi lebih bermutu. Kalau kita sendiri mau menjadi pribadi yang bermutu, kita seharusnya selalu mengupayakan keserasian antara kata dan tindakan.