Hari ini dalam bacaan Injil digambarakan bahwa Yesus mengalami penolakan. Yesus di tolak di Nazaret tempat Ia di besarkan. Ia nyaris saja di bunuh dengan cara di jatuhkan dari tebing yang tinggi. Bagaimana perasaan Yesus saat itu? Bukankah orang-orang yang hendak mencelakakan-Nya itu mengenal diri-Nya karena mereka berasal dari tempat yang sama ? Bagaimana perasaa kita kalau kita di tolak rekan, tetangga, kerabat, saudara, atau bahkan keluarga kita sendiri ?
Pengalaman di tolak pasti sangat menyakitkan. Kita akan merasa bahwa diri kita dibuang dan tidak dianggap. Ini bisa menimbulkan kemarahan, kebencian, perasaan kehilangan, bahkan depresi.
Namun, kalau kita mengalami hal itu, kita bisa melihat dan belajar dari sikap Yesus ketika diri-Nya mengalami penolakan. Meskipun masyarakat setempat tidak menghargai dan menghormati-Nya, Yesus tidak terguncang, tidak pula merasa gentar. Ia tahu akan tujuan dari misi-Nya di dunia. Tujuan dan tugas pengutusan itu melampaui segalanya, sehingga jauh lebih penting daripada penghargaan dan penghormatan dari orang lain.
Kita bisa belajar dari idealisme Yesus yang teguh pada misi dan tugas pengutusan-Nya. Pengalaman di tolak tentu tidak enak dan menyakitkan. Akan tetapi, jangan sampai kita lalu mundur karenanya dan melupakan panggilan kita. Mari kita menyatukan pengalaman itu dengan pengalaman Yesus. Penolakan justru sebuah undangan bagi kita untuk berusaha lebih giat lagi. Yang mengalami penolakan bukan hanya kita sendiri, banyak orang juga mengalami hal yang sama.