Dalam Bacaan Injil hari ini, Luk 14:25-33 dinyatakan: Segala sesuatu harus dilepaskan untuk mengikuti Yesus, bahkan keluarganya sendiri (ayahnya, ibunya, isterinya, anak2nya, saudara dan saudarinya) dan nyawanya sendiri. “Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tdk membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak2nya, saudara2nya laki2 atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tdk dapat menjadi murid-Ku”(ay 25-26). Mengapa Tuhan Yesus berkata kita harus ‘membenci’ keluarga kita dan bahkan diri kita sendiri (ay 26)? Dalam zaman Alkitabiah ungkapan ‘membenci’ sering berarti ‘kurang menyukai”‘. Yesus menggunakan bahasa yang keras untuk menjelaskan bahwa tidak ada yang lebih diutamakan dari Allah. Allah Bapa sorgawi kita menciptakan kita dalam gambar dan rupa-Nya untuk menjadi putra dan putri-Nya yang terkasih (Kej 1:26). Dia telah menempatkan kita sebagai yang pertama dalam cinta dan perhatian-Nya untuk kesejahteraan dan kebahagiaan kita. Cinta kita untuk-Nya adalah respons atau jawaban atas cinta dan kebaikan-Nya yang sangat besar kepada kita. Cinta sejati itu mahal karena tidak menahan apa pun dari yang dicintai – cinta semacam itu siap untuk memberikan semua dan mengorbankan semua untuk yang dicintai. Allah Bapa memberi kita Anak tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus, yang dengan bebas mempersembahkan hidupnya bagi kita di kayu salib sebagai kurban pendamaian untuk dosa-dosa kita(Yoh 3:16). Kematian dan pengorbanan-Nya memberi kita pengampunan dan penyembuhan, kehidupan baru dalam Roh dan damai dengan Allah. Apa kesamaan dua perumpamaan tentang pembangun menara(ay 28-30) dan seorang raja yg mengkampanyekan perang (ay 31-32)? Baik pembangun menara dan raja mengambil risiko kerugian besar jika mereka tidak hati-hati merencanakan ke depan untuk memastikan mereka bisa menyelesaikan apa yang telah mereka mulai. Dalam budaya memperhatikan rasa “malu” dan “terhormat”, orang dengan segala cara ingin menghindari jadi bahan tertawaan oleh komunitas mereka karena gagal menyelesaikan tugas yang telah mereka mulai dengan sungguh-sungguh. Kumpulan dua perumpamaan ini menggemakan ajaran yang diberikan dalam Kitab Amsal di Perjanjian Lama: “Dengan hikmat rumah didirikan” dan “karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang dan kemenangan tergantung kepada penasihat yg banyak”(Amsal 24: 3 dan 6). Pada zaman Yesus, setiap pemilik tanah yang mampu membelinya membangun tembok di sekitar kebun atau kebun anggurnya sebagai perlindungan dari pengganggu yang mungkin akan mencuri atau menghancurkan hasil panennya. Sebuah menara biasanya dibangun di sudut tembok dan seorang penjaga dipasang terutama saat musim panen ketika pencuri kemungkinan akan mencoba untuk kabur dengan barang-barang curian tersebut. Memulai proyek pembangunan, seperti menara pengawas, dan meninggalkannya belum selesai karena perencanaan yang buruk atau dana yang tidak memadai akan mengundang cemoohan seluruh desa. Demikian juga seorang raja yang memutuskan untuk berperang melawan lawan yang jauh lebih kuat, akan dianggap bodoh jika dia tidak datang dengan rencana yang memiliki peluang utk menang. Menghitung biaya dan berinvestasi dengan bijak adalah kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan pengembalian investasi yang baik. Bagaimana dengan kita dalam mengikuti Yesus? Sudahkah kita menghitung-hitung dan mempertimbangkan syarat dan konsekuensinya? Semoga! “Tuhan Yesus, milik-Mu adalah harta harun kami, hidup kami, dan segalanya bagi kami. Tidak ada dalam hidup ini yang bisa mengalahkan kegembiraan dalqm mengenal, mencintai, dan melayani Engkau sepanjang hari hidup kami. Ambillah hidup kami dan semua yang kami miliki dan jadikanlah itu milik-Mu untuk kemuliaan-Mu sekarang dan selamanya. Amin.” Berkah Dalem.