Dalam Bacaan Injil hari ini, Luk 9:46-50, dikisahkan bahwa murid2 Yesus berdebat tentang siapa yg terbesar di antara mereka. Apakah Anda terkejut menyaksikan para murid Yesus berdebat tentang siapa yang terbesar di antara mereka? Bukankah kita melakukan hal yang sama? Nafsu untuk kekuasaan, kemuliaan dan kebesaran tampaknya tertanam dalam diri kita juga. Siapa di antara kita yg tidak mempunyai ambisi untuk menjadi “seseorang” yang dikagumi orang lain? Bahkan kitab Mazmur berbicara tentang kemuliaan yang telah ditakdirkan Allah untuk kita. “Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat”(Mzm 8: 5). Yesus membuat gerakan dramatis dengan menempatkan seorang anak di samping-Nya untuk menunjukkan kepada murid-murid-Nya siapa yang benar-benar yang terbesar dlm Kerajaan Allah. “Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya, dan berkata kepada mereka: “Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku, ia menyambut Dia, yg mengutus Aku. Karena yg terkecil di antara kamu sekalian, dialah yg terbesar “( ay 47-48). Apa yang bisa diajarkan anak kecil tentang kebesaran? Anak-anak di zaman dunia kuno tidak memiliki hak, kedudukan, atau hak istimewa mereka sendiri. Mereka secara sosial berada di “dasar anak tangga” dan melayani orang tua mereka, seperti halnya staf rumah tangga dan pembantu rumah tangga. Apa pentingnya “gesture” Yesus ini? Yesus mengangkat seorang anak kecil di hadapan murid-murid-Nya dengan menempatkan anak itu dalam posisi kehormatan, istimewa di sisi kanan-Nya. Sudah menjadi kebiasaan, bahkan hari ini, untuk mendudukkan tamu kehormatan di sisi kanan tuan rumah. Siapa yang terbesar di dalam Kerajaan Allah? Orang yang sederhana dan rendah hati – mereka yg tidak menuntut hak-haknya namun dengan rela mengosongkan diri dari kesombongan dan kemuliaan pencarian diri dengan mengambil posisi rendah dari seorang hamba atau anak. Yesus sendiri adalah model kita. Dia datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani(Mat 20:28). Rasul Paulus menyatakan bahwa Yesus “mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba”(Fil 2: 7). Yesus merendahkan diri-Nya (Dia yang tempat-Nya di sebelah kanan Allah Bapa) dan mengambil sifat rendah hati kita sehingga Ia dapat mengangkat kita dan mengenakan kita dalam sifat ilahi-Nya. “Allah menentang orang yang sombong, tetapi memberi rahmat kepada orang yang rendah hati”(Yak 4: 6). Jika kita ingin dipenuhi dengan kehidupan dan kuasa Allah, maka kita perlu mengosongkan diri kita dari segala sesuatu yang menghalangi – yaitu kesombongan, iri hati, pencarian kemuliaan diri, kemegahan, dan kepemilikan. Tuhan menginginkan bejana kosong sehingga Dia dapat mengisinya dengan kemuliaan, kekuatan, dan kasih-Nya sendiri (2 Kor 4: 7). Apakah kita siap untuk merendahkan diri dan melayani seperti yang Yesus lakukan? Semoga! “Tuhan Yesus, rahmat-Mu tidak mengenal batas. Engkau memberi dengan cuma-cuma kepada orang yang rendah hati dan memberi kami kebebasan untuk mencintai dan melayani orang lain tanpa pamrih. Semoga cinta kami untuk-Mu mengekspresikan diri dalam keinginan untuk berbuat baik untuk orang lain. Amin.” Berkah Dalem.