Injil hari ini merupakan kelanjutan perikopa yang kemaren kita renungankan, yakni tentang kesaksian Yesus tentang diri-Nya. Kesaksian Yesus tentang dirinya berawal dari kolam Betesda dimana Ia menyembuhkan orang pada hari sabat dan menyuruh orang tersebut mengangkat tilamnya. Konteks luas dari perikopa ini pun juga masih diseputar Yerusalem. Yesus memberik kesaksian tentang diri-Nya dalam konteks Ia berada di Yerusalem.

Melanjutkan permenungan kemaren, hari ini Yesus semakin mempertegas relasi satu kesatuan diri-Nya dengan Bapa. Yesus dan Bapa adalah satu tak terpisahkan. Tugas perutusan Yesus berasal dari Bapa. Ia mendapat kuasa dari Bapa sendiri. Maka Ia mempunyai kasih dan kuasa seperti Bapa.

Yohanes mengajak kita untuk mengingat bahwa tugas perutusan Yesus berasal dari Bapa. Ketika Ia dibabtis Yohanes pembaptis, ada suara keluar dari dalam awan, dan Roh Tuhan yang dilambangkan dengan burung merpati hinggap di atas Yesus. Ketika di Gunung Tabor, suara Bapa semakin memperkuat keputraan Yesus. Pesan Bapa adalah supaya kita mendengarkan Yesus. Kesaksian Bapa itulah yang dijadikan Yohanes dalam bab 5 injilnya ini sebagai bentuk yang dapat dipertanggungjawabkan berkaitan dengan kesatuan Yesus dan Bapa. Yesus tidak memberi kesaksian tentang diri-Nya sendiri seorang diri, namun Bapa juga meneguhkan kesaksian Yesus tentang diri-Nya.

Yesus menampilkan Musa dalam kesaksian-Nya. Musa sebagai ‘pencipta’ hukum Taurat mendapat tempat yang istimewa dalam umat Yahudi. Musa yang sudah hidup jauh dari zaman Yesus, mempunyai hubungan yang tak terpisahkan dengan Yesus. Dalam beberapa kesempatan, Yesus mengatakan bahwa Abrahampun tidak lebih besar dari Putera Manusia. Dengan demikian, Musa juga dalam pengertian yang sederhana tidak lebih besar dari Putera Manusia.

Relasi Yesus dan Musa tidak terputuskan. Dengan demikian Yesus hendak berbicara bahwa Ia mempunyai kaitan yang erat dalam sejarah keselamatan dari mulai masa lampau hingga saat ini. Musa ‘menciptakan’ hukum taurat, namun Yesus adalah sumber hukum itu sendiri. Taurat penuh dengan ‘pendakwaan’, dan orang Yahudi mempunyai sumber hidupnya dari Taurat. Pengarapan mereka baru sampai pada Musa dengan tauratnya.

Namun Yesus membawa pengharapan baru, Ia datang dengan menawarkan ‘taurat’ baru, yakni diri-Nya sendiri. Di dalam Dia ada pengharapakan akan pengajaran baru, yakni ‘taurat kasih’ yang berasal dari Bapa. Hukum dan pengharapan baru diberikan Bapa dalam Putera-Nya yang tunggal.

Bagi kita, hukum dan pengharapan baru itu menjadi sumber hidup kita. Hukum dan pengharapan baru berasal dari Yesus dengan suluruh sabda dan karya-Nya. Membaca dan merenungkan sabda-Nya adalah jalan yang paling bisa dimengerti yang bisa kita tempuh. Pengharapan baru senantiasa ada dalam nama Yesus. Seringkali pengharapan itu tidak mudah kita lihat, karena kita kurang merenungkan sabda-sabda-Nya. Tidak jarang dalam berbagai persoalan hidup kita kehilangan harapan.

Harapan adalah sebuah jalan keluar yang berharga bagai siapa saja yang sedang dalam kesusahan. Harapan itulah yang menjadikan kita mampu untuk bertahan dan berkembang. Harapan itulah yang ada dalam Yesus. Senantiasa membaca dan merenungkan sabda-sabda Tuhan memampukan kita untuk senantiasa mempunyai sumber pengharapan yang tidak pernah meninggalkan kita sedetikpun. Bersama Yesus, di dalam Yesus, dan bagi Yesuslah harapan keselamatan kita perjuangkan dan kita persembahkan.

Doa

Bapa kami yang ada di surge, dimuliakanlah nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu, di atas bumi seperti di dalam surge. Berilah kami rejeki pada hari ini, dan ampunilah kesalahan kami, seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami. Dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan, tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat. Sebab Engkaulah raja yang mulisa dan berkuasa untuk selamanya. Amin.