Missionaris pembawa rekonsiliasi dan penyembuhan
Pater beato Eustaquio van Lieshout SS.CC (1890-1943)
Eustaquio terlahir di Aarla-Rixtel, Holland, 11 Maret 1890 dari keluarga petani saleh, sederhana dan kerja keras. Ada sebelas anak,
8 puteri dan 3 putera. Dari keluarga ini, satu putera (Eustaquio) menjadi religius imam pada Kongregasi SS.CC. Dan tiga puteri menjadi biarawati. Eustaquio tertarik akan kepahlawanan Pater Damien de Veuster SS.CC yang berkarya bagi orang-orang kusta di Pulau Molokai.
Memang Eustaquio tidak cemerlang dalam studi ke arah imamat. Tetapi ia dikenal sebagai novis dan frater yang saleh dan rajin berdoa. Ia ditahbiskan menjadi imam di Bavel tanggal 8 Oktober 1919. Sebagai imam muda ia berkarya di Holland 1919-1924 sebagai
assisten pada magister novis, karya pelayanan kepada para immigran
dan pastor rekan di suatu paroki. 1925 ia diutus ke Brasilia sebagai
missionaris. Ia menjadi pelayan umat dari paroki satu ke paroki lain.
Pindah ke sana ke sini bukan karena kehendaknya sendiri, melainkan
karena ketaatannya kepada pembesar SS.CC. Sebab, di mana Pater
Eustaquio berkarya, berbondong-bondong orang mencarinya untuk
menerima Sakramen Tobat (mengaku dosa dan menerima absolusi)
dan kesembuhan dari berbagai penyakit. Eustaquio benar-benar imam pembawa rekonsiliasi (perdamaian dengan Allah dan sesama),
keselamatan (jiwa dan badan) dan kesembuhan bagi banyak orang.
Beberapa segi hidup rohani dan spiritualitas Pater Eustaquio patut menjadi dorongan dan contoh teladan bagi kita:
- Ia sungguh seorang gembala baik bagi umatnya. Paroki Agua Suja
di sebuah kota kecil di pedalaman daerah Minas Gerais adalah
daerah sungguh miskin. Penduduk setempat sangat mencurigai
pendatang asing, termasuk pater Eustaquio orang bule Belanda ini.
Tetapi ia menunjukkan dirinya sebagai imam dan gembala yang se-
nantiasa peduli akan kebutuhan rohani dan materiil umatnya. Sam-
pai-sampai terjadi bahwa ketika Eustaquio diperintahkan atasan
Kongregasi untuk pindah ke wilayah lain, orang-orang daerah
Minas Gerais dengan segala cara mendemo, memblokir jalan untuk
menghadang kepindahan Eustaquio. Hal ini bisa dimaklumi. Sebab
pater Eustaquio telah membaharui hidup mereka itu dalam segi
perayaan liturgi dan hidup, pelayanan rohani dan materiil, mem-
beri peneguhan dan kekuatan kepada yang menderita, menghibur
dan menyembuhkan orang-orang sakit. Ia diakui sebagai penyalur
mujizat Allah kepada penduduk setempat. Penguasa setempat dan
polisipun bingung mengatur dan menjaga keamanan umum bagi
begitu banyak orang yang berbondong-bondong hendak menemui
pater Eustaquio seperti dulu terjadi dengan Yesus dari Nazaret di
Kapernaum. Kaum pendosa maupun orang sakit ingin mendapat
belas kasih, pengampunan dan kesembuhan dari Allah lewat
tangan pater Eustaquio hamba Tuhan ini.
- Pembesar SS.CC setempat ingin melindungi pater Eustaquio dari
hal-hal yang tidak diinginkan dari penguasa setempat dan dari
pihak-pihak yang negative mengenai pater Eustaquio. Lalu Eusta-
quio dipindahkan ke paroki pedalaman jauh dari keramaian dari
memakai nama samaran. Tetapi orang-orang tokh dapat mengenal
nya dan datang berbondong-bondong menemuinya. Paroki yang
terakhir, sebuah paroki terpencil kaum tersisihkan oleh masyara-
kat, Belo Horizonte. Di situ juga Eustaquio tetap penuh semangat
berkobar-kobar melayani dan membangun tempat ibadat. Orang
berdosa, orang sakit senantiasa mendapat tempat dalam hatinya.
Mujizat-mujizat tetap terjadi. Pada suatu hari pater Eustaquio men
derita demam yang akut dan meninggal dunia Tuhan tanggal 30
Agustus 1943.
- Beberapa segi hidup rohani dan spiritualitas pater Eustaquio patut
kita catat dan menjadi contoh teladan bagi kita:
3.1. Semangat berkobar-kobar dan kerajinan luar biasa dalam mela
yani umat dan sesama yang bukan katolik: kaum pendosa,
orang miskin, orang sakit fisik maupun psikis.
3.2. Mengasihi dan mencintai Tuhan dan sesama manusia tanpa
pandang bulu dan pamrih.
3.3. Percaya kokoh tak tergoyahkan akan Allah.
3.4. Hatinya damai karena mengandalkan kuasa Tuhan.
3.5. Kasih dan percaya teguh akan Yesus Kristus penyelamat.
3.5. Menghayati secara mendalam Ekaristi kudus dan sembah
sujud kepada Sakramen Mahakudus di altar.
3.6. Kecintaan dan devosi kepada Bunda Perawan Maria.
3.7. Devosi kuat kepada Santo Yosef.
3.8. Ketaatan sejati kepada pimpinan Gereja, Paus dan pembesar
Kongregasi.
3.9. Semangat berdoa dan pertobatan sejati.
3.10. Program pribadi bagi hidup rohani diri (rancangan hidup
bakti merasul ) dan karya kerasulannya. Tentu hal ini ia
praktekkan konkrit dalam hidup dan karya pelayanan. ***
Penulis: Pst Martin Irawan SSCC